Sunday, September 09, 2007

Pengembalian Aset Hasil Korupsi Tidak Maksimal.

Aset-aset hasil korupsi yang seharusnya dikembalikan kepada negara, sejauh ini tidak berjalan secara efektif dan efisien. Untuk itu perlu membentuk agen pengembalian asset dengan hak mengawasi aktivitas otoritas hukum pengembalian asset tindak pidana korupsi, baik prosedural maupun substansial. Demikian dikemukakan YB Purwaning M. Yanuar, dalam sidang terbuka doctoral (S3) di Audotorium Pasca Sarjana Universitas Padjajaran, Bandung, Jumat, (07/09).

Purwaning, yang tercatat sebagai advokat senior di kantor O.C. Kaligis & Associates, dalam disertasinya mengemukakan, bahwa sistem yang berlaku saat ini belum efektif dan efisien dalam pengembalian aset yang maksimal. Hal ini terjadi karena mekanisme pengembalian aset yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku termasuk KUHAP, terlalu sederhana dan belum memenuhi prinsip-prinsip dan standar yang berlaku internasional. Akibatnya, tidak memungkinkan pengembalian asset secara efektif dan efisien.

Bahkan, kata Purwaning, beberapa negara menginginkan agar pengembalian aset diperlakukan sebagai hak yang tidak dapat dihapus atau dicabut. "Keinginan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa korupsi mengakibatkan hilangnya kesempatan masyarakat negara-negara korban korupsi untuk menikmati hak yang tidak dapat dicabut atau dihapus, yaitu hak untuk secara layak, bahagia dan sejahtera," kata Purwaning, anggota delegasi RI di PBB untuk pembahasan Konvensi Antikorupsi 2003 di Wina, Austria.


Menurut Purwaning, untuk mewujudukan pengembalian secara efektif dan efisien adalah dengan membentuk UU tentang Pengembalian Aset serta membentuk Badan Pengembalian Aset. Badan ini nantinya, kata Purwaning, bertugas mengawasi aktivitas otoritas-otoritas hukum pengembalian aset, baik procedural maupun substansial. Dengan demikian diharapkan pengembalian asset hasil korupsi akan lebih maksimal.

Lebih jauh Purwaning menegaskan bahwa pengembalian asset hasil tindak pidana korupsi dari perspektif hukum pidana, merupakan upaya mereformasi dan membangun institusi hukum yang dapat mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi pada tingkat internasional, regional, dan nasional.

Dalam disertasi yang berjudul “Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Berasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia”, Purwaning, berpandangan bahwa teori pengembalian asset yang dibangun di atas pandangan dan prinsip-prinsip teori keadilan sosial, merupakan teori hukum yang menjelaskan pengembalian asset berdasarkan prinsip-prinsip keadilan social yang memberikan kemampuan, tugas, dan tanggung jawab kepada institusi negara dan institusi hukum untuk memberikan perlindungan dan peluang kepada individu-individu masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.

Teori pengembalian aset ini, kata Purwaning, dilandaskan pada prinsip dasar antara lain: berikan kepada Negara apa yang menjadi hak Negara. Prinsip ini sebangun dan setara dengan prinsip yang merupakan kewajiban Negara terhadap rakyat, yaitu berikan kepada rakyat apa yang menjadi hak rakyat.

Pendapat ini dikemukakan oleh advokat Purwaning M Yanuar di hadapan tim pengujinya untuk meraih gelar doktor ilmu hukum di Universitas Padjajaran, Bandung, Jumat lalu. Tim penguji yang diketuai Prof HA Djaja Saefullah PhD, didampingi delapan penguji lainnya antara lain lainnya adalah Prof Dr Romli Atamasasmita SH, LLM (Ketua Tim Promotor), dengan anggota promotor antara lain, Prof Dr Muladi SH, Dr Yunus Husein SH,LLM, Prof Indriyanto Senoaji SH, Prof Dr Ahmad M Romli SH, Prof Dr Hj Kusdwiratri Setiono Psi.

Usai memperoleh gelar akademis tertinggi dengan predikat cum laude, Purwaning mendapat ucapan selamat dari para kerabat, teman sejawat, dan para pembimbing yang antara lain terlihat DR. O.C. Kaligis, DR Tommy Sihotang SH, Dr. Djohansyah SH, Rudhy Lontoh, Indriyanto Seno Adji, dan Prof. Muladi. (wid)



0 Comments:

Post a Comment

<< Home