Sunday, June 24, 2007

Bupati Garut Keluhkan Cara Kerja KPK

Bupati Garut, Agus Supriadi mengeluhkan cara kerja KPK yang dinilainya kurang memahami persoalan di daerah. Sehingga banyak kegiatan pemerintahan kabupaten yang terbengkelai karena harus mengikuti kemauan KPK. Hal ini disampaikan Agus Supriadi yang didampingi O.C. Kaligis, kuasa hukum Bupati Garut, kepada wartawan kemarin.

Agus mengatakan, KPK seharusnya mempelajari terlebih dahulu irama kerja di daerah, sehingga dalam melakukan penyelidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan kesalahan, tidak mengganggu aktivitas pemerintah daerah.

Menurut Agus, hampir dua minggu lebih, pemerintahan di kabupaten Garut berjalan tersendat-sendat, karena orang-orang penting dipanggil ke Jakarta. “Sudah dua minggu ini staf-staf bagian keuangan dipanggil di Jakarta. Ini mengaibatkan kami tidak bisa bekerja secara normal, karena tidak bisa mengeluarkan biaya untuk keperluan yang mendesak. Kalau begini terus, bagaimana pemerintahan bisa berjalan lancar,” kata Agus.

Mustinya, lanjut Agus, KPK tidak harus memanggil semua staf kalau hanya untuk keperluan penyelidikan. Lagi pula, semua itu kan baru dugaan. “Ini baru diduga,” paparnya.

Lebih jauh, Agus menegaskan, dengan kedatangan Tim KPK ke Kabupaten Garut secara tiba-tiba, sekarang banyak kepala dinas yang ketakutan, apalagi kalau disuruh menangani proyek. “Sekarang tidak ada lagi yang mau menjadi pimpinan pelaksana proyek, karena kalau ada kesalahan sedikit, KPK langsung bertindak. Ini betul-betul membuat kami takut,” tegasnya. Kalau begitu, KPK saja suruh menjadi pimpinan proyek, kata Agus menambahkan.

Perihal kedatangan Tim KPK beberapa waktu lalu, Agus mengatakan belum tahu bagian mana yang akan dijadikan KPK sebagai dugaan tindak korupsi. Yang jelas, semua APBD sudah dibelanjakan sebagaimana mestinya. “Semua proyek sudah disetujui DPRD. Semua laporan keuangan sudah diperiksa oleh BPKD. Kami sudah melakukan secara prosedural. Tapi kenapa pihak kami yang diobok-obok, kenapa tidak DPRD dan BPKP sekalian saja,” katanya.

Agus Supriadi juga mengungkapkan kalau dirinya melakukan korupsi hanya dengan nilai puluhan juta rupiah, hal itu terlalu kecil. "Saya menjadi tersudut. Kalau saya mengorupsi tidak yang bernilai puluhan juta rupiah. Itu terlalu kecil," tegas Agus dalam nada tinggi.

Agus merasa bingung, kasus yang mana yang akan diselidiki oleh KPK. Dia menjelaskan bahwa pembayaran ganti rugi pembangunan Pasar Kadungora senilai Rp 720 juta kepada PT Usindo, pada bulan Agustus 2004, sudah sesuai prosedur. "Pembayaran itu sudah disetujui Komisi A DPRD Kabupaten Garut, saat itu. Jadi, kami sudah sesuai prosedur, kan," tegas Agus Supriadi.

Sementara itu dua pejabat di lingkungan Setda Kab. Garut, berencana mundur dari jabatannya Jumat (22/6). Kedua pejabat itu, adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Drs. H. Iman Alirahman, M.Si. dan Kepala Seksi Anggaran Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Anton Heryanto.

Selama ini, Iman dan Anton direpotkan oleh berbagai pemeriksaan aparat penegak hukum. Selain KPK, ia juga belakangan harus diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, atas kasus dana belanja bupati dan wakil bupati 2005. Oleh karena itu, ia harus bolak-balik Jakarta-Garut, dan Bandung-Garut. Akibatnya, berbagai hal yang berkaitan dengan pengurusan keuangan, terbengkalai.

Tuesday, June 19, 2007

Acara Pemeriksaan Cepat di PTUN

Kata Pengantar dan Cover Belakang (PTUN)

Bagi praktisi, buku ini membuka tabir beracara cepat. Sebenarnya, untuk kasus sebagaimana diuraikan dalam buku ini, akan diuji apakah beracara cepat mempunyai makna dan arti dalam penegakan hukum khususnya untuk memperolah clean governance.

Ternyata, sekalipun untuk kepentingan Pemohon, pejabat Tata Usaha Negara seakan kebal dan tidak menghiraukan keputusan itu, karena nyatanya pembangunan pasar tetap diteruskan.

Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana ke depan memperbaiki perundang-undangan. Maksud dari PTUN dengan acara cepat, adalah agar hak dari pihak yang dirugikan dapat diperoleh. Nyatanya, pembangkangan pihak birokrat tanpa adanya sanksi terhadap dirinya, membuat PTUN menjadi macan tak bergigi. Berbeda dengan PTUN di Eropa, tempat asalnya. Wibawa pengadilan begitu tinggi, sehingga pihak pencari keadilan benar-benar merasakan manfaat keadilannya.

Semoga hadirnya buku ini dapat menjadi kajian akademis dan sebagai masukan bagi legislatif dalam menyempurnakan Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara demi tercapainya good governance.

ISBN MOOT COURT 978-979-1350-01-3

ISBN PTUN 978-979-1350-00-6

Judul yang benar

1. Acara Pemeriksaan Cepat di PTUN
2. National and International Rounds of Philip C. Jessup International Law Moot Court Competition 2007

Tuesday, June 12, 2007

Otak Perusak Lahan Probosutedjo Diganjar 1 Tahun 4 Bulan

Otak Perusakan Tanah Probosutedjo Dganjar 1 Tahun 4 Bulan

Majelis hakim PN Cibinong memvonis para pelaku perusakan lahan milik PT Buana Estate di Desa Hambalang, Citeureup, Bogor, masing-masing 1 tahun 4 bulan untuk otak perusakan dan 9 bulan untuk pelaku perusakan.
Pada sidang putusan yang digelar Selasa (12/04), dipadati oleh ratusan anggota keluarga para terdakwa yang sejak pagi mendampinginya. Dalam putusannya, HM Sukandi (otak perusakan) divonis pidana penjara satu tahun empat bulan, karena terbukti telah menghasut warga untuk melakukan perusakan terhadap tanaman dan lahan milik orang lain. Seperti dalam sidang perdana yang digelar pada 7 Mei 2007, Jaksa memerinci perbuatan Sukandi sebagai otak pelaku dengan menghasut orang lain untuk melakukan perusakan yang bisa merugikan pihak lain. Perbuatan tersebut, menurut Jaksa, dilakukan bersama-sama dengan lima anak buahnya, antara lain Martin, Emmar, Ujib, Inab, dan Harun.
Sementara lima anak buah yang setia menunggu komando HM Sukandi divonis pidana dengan penjara masing-masing sembilan bulan, karena telah mencabuti kurang lebih 270 pohon coklat, 23 pohon mahoni, dan 18 papan nama PT Buana Estate. Hal itu sesuai dengan dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum, Trimariani, SH, MH dalam sidang lanjutan kasus perusakan lahan milik PT Buana Estate, di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor beberapa waktu lalu.
Dalam aksinya, para terdakwa yang dikomandoi oleh HM Sukandi secara bersama-sama melakukan pencabutan sebanyak kurang lebih 300 pohon coklat dan mahoni sehari setelah pohon-pohon itu ditanam oleh pihak Buana Estate. Pohon-pohon itu lalu dibuang di sebuah tempat tak jauh dari lokasi.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim yang diketuai oleh Saryana, SH dan Panitera Saragi, SH ini, otak perusaakan, HM Sukandi telah terbukti melanggar pasal 55 ayat 1 dan 2 jo pasal 170 ayat 1 dan 2 (1) KUHPidana. Sedangkan 5 anak buah Sukandi terbukti melanggar pasal 55 ayat 1 dan 2 jo pasal 170 ayat 1 dan 2 (ke-1) KUHPidana.
Hal-hal yang memberatkan adalah bahwa para terdakwa secara terang-terangan dan bersama-sama telah melakukan tindak kekerasan terhadap barang milik orang lain sehingga mengakibatkan kerugian sebesar Rp 40 juta. Sedangkan ha-hal yang meringankan adalah bahwa para terdakwa mengakui perbuatannya, bersikap sopan dalam persidangan, dan belum pernah dihukum.
Sementara itu, di luar persidangan Haji Anim Sanjoyo Romansyah, selaku staf ahli PT Buana Estate bidang pertanahan mengaku puas atas vonis yang dijatuhkan hakim. Ia melihat, hakim sudah bekerja secara proporsional dan profesional. Ke depan ia berharap agar para terdakwa kembali ke jalan yang benar dan bisa membedakan mana hak milik sendiri dan hak milik orang lain. Dalam kasus-kasus seperti ini, Anim menegaskan tidak akan pandang bulu terhadap siapapun yang mengganggu tanah perkebunan milik Buana Estate. “Perkebunan ini kan merupakan program pemerintah, siapapun yang mengganggunya berarti melawan pemerintah,” kata Haji Anim yang sudah banyak makan asam garam mengelola pertanahan.
Sidang ini merupakan buntut dari penyerobotan lahan yang dilakukan oleh HM Sukandi dan PT Genta Prana atas lahan seluas 211 Ha milik PT Buana Estate yang diwakili Haji Anim Sanjoyo Romansyah di desa Hambalang, Citeureup, Bogor. Dalam sidang perdata di PTUN Jakarta Timur, HM Sukandi dan PT Genta Prana menggugat BPN Pusat, BPN Bogor dan PT Buana Estate sebagai tergugat intervensi. Namun gugatan mereka ditolak oleh PTUN Jakarta Timur pada Kamis, (26/04) yang diketuai oleh Kadar Slamet, SH.